Selasa, 14 Juli 2009

Toleransi dalam Islam?

Ada teman yang bertanya tentang toleransi. Kalo ga ditanya, mungkin ga kefikiran untuk mengkhususkan waktu searching mengenai toleransi lebih dalam lagi. Padahal dlm kehidupan sehari-hari sering kali kita dituntut bersikap Toleransi. Pun kalo ditanya sama anak kecil, apa sih itu toleransi?mungkin kita akan menjawab saling menghormati, tenggang rasa, lapang dada, saling menghargai. Cukup sampai disana. Setidaknya karna itulah yang kita dapatkan sewaktu dapat pelajaran PPKn/kewarganeraan. Padahal Islam sebagai agama yang penuh toleransi pasti lebih bisa menjelaskan Toleransi lebih baik lagi, salah satunya yang kudapat adalah tulisan Abu Wihdan ini yang menjelaskan Toleransi menurut Al-Quran Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
(QS. Al-Mumtahanah: 8)

Suatu ketika Asma binti Abu Bakar didatangi ibunya, Qotilah, yang masih kafir. Ia pun bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Bolehkah saya berbuat baik kepadanya?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Boleh". Kemudian turun-lah ayat ke 8 Surat Al-Muntahanah. Ayat itu menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak memusuhi agama Allah. Demikian yang diterangkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya juz IV hal 349.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Qotilah (bekas isteri Abu Bakar) yang telah diceraikannya pada zaman jahiliyah, datang kepada anaknya yang bernama Asma binti Abu Bakar, membawa hadiah, Asma menolak pemberian itu bahkan tidak memperkenan-kan ibunya masuk ke dalam rumah. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada Aisyah (saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sal-lam. Maka Rasul pun memerintahkan untuk menerimanya dengan baik serta menerima pula hadiahnya. (HR. Ahmad, Al-Bazzar, Al-Hakim dari Abdullah bin Zubair)
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, dapat kita pahami bahwa Islam menghargai sikap atau keyakinan orang-orang di luar Islam. Dan Allah Subhanahu wa ta'ala pun tidak melarang kita berbuat baik kepada mereka yang tidak memusuhi Islam. Hal inilah yang kita sebut dengan toleransi.

Pengertian
Kata tolerasi dalam bahasa Belanda adalah "tolerantie", dan kata kerjanya adalah "toleran". Sedangkan dalam bahasa Inggeris, adalah "toleration" dan kata kerjanya adalah "tolerate".
Toleran mengandung pengertian: ber-sikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu sikap tenggang rasa kepada sesamanya. (Drs Sulchan Yasin, dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, hal 389)
Indrawan WS. menjelaskan pengertian toleran adalah menghargai paham yang ber-beda dari paham yang dianutnya sendiri. Kesediaan untuk mau menghargai paham yang berbeda dengan paham yang dianutnya sendiri. (Kamus Ilmiyah Populer, 1999 : 144)
Sedang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta mendefini-sikan toleransi: "sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercaya-an, kebiasaan, kelaku-an dsb.) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri, misalnya toleransi aga-ma (ideologi, ras, dan sebagainya).
Dalam bahasa Arab toleransi biasa disebut "ikhtimal, tasamuh" yang artinya sikap membiarkan, lapang dada (samuha - yasmuhu - samhan, wasimaahan, wasamaahatan, artinya: murah hati, suka berderma) (kamus Al Muna-wir hal 702). Jadi toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai, dengan sabar menghor-mati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haq bil bathil, mencampuradukan antara hak dan batil, suatu sikap yang sangat terlarang dila-kukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan alasan adalah tole-ransi padahal itu merupakan sikap sinkretis yang dilarang oleh Islam.
Harus kita bedakan antara sikap toleran dengan sinkretisme. Sinkretisme adalah mem-benarkan semua keyakinan/agama. Hal ini dilarang oleh Islam karena termasuk Syirik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam". (QS. Ali Imran: 19)
Sinkretisme mengandung talbisul haq bil bathil (mencampurkan yang haq dengan yang bathil). Sedangkan toleransi tetap memegang prinsip al-furqon bainal haq wal bathil (me-milah/memisahkan antara haq dan bathil). Toleransi yang disalahpahami seringkali men-dorong pelakunya pada alam sinkretisme. Gambaran yang salah ini ternyata lebih do-minan dan bergaung hanya demi kepentingan kerukunan agama.
Dalam Islam tole-ransi bukanlah fata-morgana atau bersifat semu. Tapi memiliki dasar yang kuat dan tempat yang utama. Ada beberapa ayat di dalam Al-Qur'an yang bermuatan toleransi.

1. tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) Sesungguhnya .... (Qs. 2. 256)
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ter-sebut menjelaskan: Janganlah memaksa seorangpun untuk masuk Islam. Islam adalah agama yang jelas dan gamblang tentang se-mua ajaran dan bukti kebenarannya, sehingga tidak perlu memaksakan seseorang untuk ma-suk ke dalamnya. Orang yang mendapat hida-yah, terbuka, lapang dadanya, dan terang ma-ta hatinya pasti ia akan masuk Islam dengan bukti yang kuat. Dan barangsiapa yang buta mata hatinya, tertutup penglihatan dan pen-dengarannya maka tidak layak baginya masuk Islam dengan paksa.
Ibnu Abbas mengatakan "ayat laa ikraha fid din" diturunkan berkenaan dengan seorang dari suku Bani Salim bin Auf bernama Al-Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya yang masih kristen. Hal ini disampaikan pada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat tersebut.
Demikian pula Ibnu Abi Hatim meriwa-yatkan telah berkata bapakku dari Amr bin Auf, dari Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata, "Aku dahulu adalah abid (hamba sahaya) Umar bin Khaththab dan beragama nasrani. Umar menawarkan Islam kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar berkata: laa ikraha fid din, wahai Asbaq jika anda masuk Islam kami dapat minta bantuanmu dalam urusan-urusan muslimin." (Ibnu Katsir I/383)
2. Qs. Al-Mumtahanah 8-9
Menurut Abdullah Wasi'an (kristolog), maksud ayat ini adalah, orang Islam boleh bergaul dengan orang-orang non Islam dalam masalah dunia, yakni seperti: perdagangan, perjanjian jual beli, dan lain-lain. Tetapi dalam urusan aqidah sangat dilarang.
Pada muqaddimah tulisan ini telah disampaikan, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak melarang Asma binti Abu Bakar berbuat baik kepada ibunya yang kafir

3. Qs Al-Kafirun 1-7
"Bagimu dien (agama)mu dan bagiku dien (agama) ku
Ayat ini jelas sekali mengandung unsur toleransi, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan ayat ini ketika ada ajakan untuk mengadakan penyembahan bersama dengan orang-orang jahiliyyah. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menolaknya dengan menyampaikan ayat ini kepada kaum kafir Quraisy.
4. Asy-Syura ayat 15
bagi kami amal-amal kami bagimu amal-amal kamu.
Ayat ini pun menunjukkan bahwa Islam senantiasa berusaha untuk menegakkan hidup berdampingan secara damai dalam kehidupan sehari-hari. Maka dengan prinsip ini semua berhak hidup tanpa menyebabkan tekanan atau perkosaan terhadap hak-hak orang lain. Yang diharapkan Islam dari golongan lain hanyalah menjauhkan dari permusuhan, dan tidak ada hasutan, gangguan atau tantangan terhadap jalan kehidupan Islam.
Harapan Islam ini ternyata tidak selama-nya terwujud, bahkan yang terjadi sering ditemukan adanya pemaksaan atau sikap intoleransi dari luar Islam. Sebagai bukti kita saksikan di daerah-daerah minoritas muslim, yang berlaku bukan toleransi tapi teroransi. Umat Islam banyak diintimidasi dan dianak-tirikan bahkan dibantai.
Contoh intoleransi adalah ungkapan pa-ra peneliti Barat, misalnya, Gladstone (man-tan Perdana Menteri Inggeris) berpendapat bahwa selama Al-Qur'an ini berada di tangan umat Islam tidak mungkin Eropa akan me-nguasai dunia timur. Begitu juga sikap Guber-nur Militer Perancis di Aljazair saat peringat-an 100 tahun penjajahan Peraancis di Aljazair, ia mengatakan: kami tidak akan memenang-kan perjuangan Aljazair, selama mereka (bangsa Aljazair) membaca Al-Qur'an dan berbicara bahasa Arab. Kami harus dapat melepaskan bahasa Arab dari lidah mereka".
Pernyataan Gladstone dan Gubernur Militer Perancis itu jelas-jelas merupakan si-kap intoleransi. Begitu pula yang terjadi di Ambon dan Halmahera, sikap memaksakan kehendak dari orang-orang Nasrani sangat jelas. Hal ini diakui oleh para tawanan nasrani yang tertangkap muslimin. Mereka mengata-kan, "ingin menjadikan Ambon dan Halma-hera itu kristen semua", perilaku seperti ini membuktikan bahwa toleransi yang sering diungkap oleh mereka adalah semu. Karena pada dasarnya mereka tidak punya pijakan yang jelas dalam hal ini sebagaimana Islam. Islam sangat menjunjung tinggi prinsip tole-ransi yang rahmatan lil 'alamin, sedang mereka bertindak sebaliknya. Hanya sedikit sekali di antara mereka yang memiliki sikap toleran. Kebanyakan di antara mereka bukan sikap toleran yang dimiliki tapi sikap teroransi. Hal ini sebagai bukti kebenaran nash Al-Qur'an, QS. Al-Baqarah ayat 120.

Toleransi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam
Dikisahkan oleh Ibnul Ishak dalam "sirahnya" dan juga Ibnul Qoyyim dalam "Zaadul Ma'ad" adalah ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kedatangan utusan Nasrani dari Najran berjumlah 60 orang. Diantaranya adalah 14 orang yang terkemuka termasuk Abu Haritsah Al-Qomah, sebagai guru dan uskup. Maksud kedatangan mereka itu adalah ingin mengenal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari dekat. Benarkah Muhammad itu seorang utusan Tuhan dan bagaimana dan apa sesungguhnya ajaran Islam itu. Mereka juga ingin membandingkan antara Islam dan Nasrani. Mereka ingin bicara dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang berbagai masalah agama.
Mereka sampai di Madinah saat kaum muslimin telah selesai shalat Ashar. Mereka pun sampai di masjid dan akan menjalankan sembahyang pula menurut cara mereka. Para sahabatpun heboh, mengetahui hal tersebut, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata "Biarkanlah mereka !" maka mereka pun menjalankan sembahyang dengan cara mereka dalam masjid Madinah itu. Dikisah-kan bahwa para utusan itu memakai jubah dan kependetaan yang serba mentereng, pakaian kebesaran dengan selempang warna-warni.
Peristiwa di atas menunjukan toleransi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada pemeluk agama lain. Walaupun dalam dialog antara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan utusan Najran itu tidak ada "kese-pakatan" karena mereka tetap menganggap bahwa Isa adalah "anak Tuhan" dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berpegang teguh bahwa Isa adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sebagai Nabiyullah, Isa adalah manusia biasa. Para utusan itu tetap dijamu oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beberapa hari.

Kesimpulan
Berdasar uraian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa toleransi menurut Islam adalah :
1. Menghargai dan menghormati keyakinan orang lain (agama lain) untuk melaksana-kan keyakinan tersebut, dengan tetap men-jaga prinsip-prinsip tauhid bahwa hanya Islam yang benar.
2. Kita diperbolehkan berbuat baik kepada mereka dalam urusan duniawi, selama me-reka tidak memerangi / memusuhi Islam dan tidak mengusir kita dari negeri kita.
3. Unsur-unsur yang harus dipahami dalam mewujudkan toleransi (tasamuh) ini adalah:
a. Mengakui hak setiap orang.
b. Menghormati keyakinan orang lain
c. Lapang dada menerima perbedaan
d. Saling pengertian
e. Kesadaran dan kejujuran

sumber : www.jamaahmuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar