Kamis, 30 April 2009

Ketika Nikah Siri Dipidanakan..

Rancangan Undang-Undang akan mengatur Pernikahan Siri. Undang-undang ini akan menjatuhkan pidana terhadap jenis pernikahan siri. Apa dan bgm seberanarnya pernikahan ini? Bagaimana pandangan dalam Islam memandang pernihkan siri? Apa dibalik RUU yg akan mengatur pernikahan siri ini? Apa sih yg terjadi sebenarnya sampai2 pernihakan siri kemudian dipidanakan? Resume di bawah ini akan mencoba menjelaskannya Keinginan pemerintah untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan siri, kini sudah tertuang dalam sebuah Rancangan Undang-undang tentang perkawaninan. Sebagaimana penjelasan Bapak Nasarudin Umar selaku Direktur Bimas Islam Depag, RUU ini akan memperketat Pernikahan siri, Poligami dan kawin kontrak. kHusus Pernikahan siri ini, saat ini RUU tersebut masih berada di Sekertariat Negara. Dalam RUU ini nikah siri dianggap sebagai perbuatan illegal sehigga perlakunya akan dipidanakan dengan saksi penjara minima 3 bulan dan denda 5 juta. Sanksi tersebut brlaku bagi pelaku yang mengawinkan, dan yang dikawinkan scr nikah siri, poligami atau nikah kontrak. Bagi penghulu yang menikahkan seseorg yang bermasalah misalnya yang masih terikat dengan pernikahan sebelumya, jadi ini untuk yang berpoligami, akan dikenakan sanksi pidana 1 tahun penjara. Sedangkan bagi pegawai KUA yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap diancam denda 6 juta dan 1 thn penjara. Sebagian orang berpendapat bahwa orang yang nikah siri ini, maka suami isteri tidak memiliki hubungan waris / pewarisan. Artinya ketika si suami menginggal dunia sang isteri yang dinikah siri beserta keturunannya tidak berhak untuk mewarisi harta suaminya. Ini juga berlaku sebaliknya, ketika isteri meninggal dunia. Kondisi ini dianggap akan merugikan kaum perempuan dan anak-anak, akhirnya diperjuangkanlah untuk dipidanakan. Ini adalah pendapat yang mengajukan RUU tadi. Tapi sebelum bahas lebih lanjut, mungkin kita perlu mengetahui terlebih dulu apa sih yang disebut nikah siri itu? Mungkin yang selama ini kita tahu, dan yang juga beredar di masyarakat, bahwa yang dinamakan nikah siri itu.. pokoknya nikah secara sembunyi-sembunyi. Ustadzah Latifah Musa dalam Voice of Islamnya menerangkan, bahwa dalam pandangan masyarakat umum Pernikahan siri itu… • yang pertama, pernikahan tanpa wali. Jadi pernikahan tanpa wali atau siri ini dilakukan karena wali pihak perempuan tidak setuju, atau menganggap syahnya pernikahan tanpa wali, mungkin hanya mementingkan nafsu syahwat tanpa mempedulikan ketentuan syari’at. • Kedua, bahwa pernikahan siri ini adalah sebuah pernikahan yang syah secara agama, tapi tidak dicatatkan di lembaga pencatatan Negara, dalam hal ini adalah KUA. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatakan pernikahannya di KUA, ada karena fakor biaya. Dia tidak mampu membiayai administrasi pencatatan karena mahal. Ada juga karena takut ketahuan melanggar aturan, karena pegawai negeri tidak boleh nikah lebih dari satu dan masih ada faktor2 lainnya. • Ketiga, ada juga fakta pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu/disembunyikan. Mungkin misalnya takut menerima stigma negative dari masyarakat karena masyarakat terlanjur menganggap tabu pernikahan siri atau karena pertimbangan2 lain yang akhirnya memaksa orang tersebut merahasiakannya. Ketiga fakta itulah yang secara umum beredar di masyarakat. Kemudian bagaimana pandangan Islam sendiri terhadap fakta pernikahan siri tersebut? • faka pertama, jika pernikahan siri yang dilakukan tanpa wali, Islam mengharamkan. Jadi haram menikahkan seorang wanita tanpa wali. Ini sebagaimana didasarkan pada sebuah Hadist yang diriwayatkan Sahabat Abu Musa r.a, Rosulullah SAW besabada yang artinya “ tidak syah suatu pernikahan tanpa seorang wali”, kemudian Rosulullah SAW bersabda yang maknanya “wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka pernikahannya Bathil, pernikahannya bathil, pernikahannya bathil” Rosul menyebutnya sampai 3 kali. Ini hadist dari lima mazhab kecuali An-Nasa’i. Ada juga Hadist lain dimana Rosulullah SAW bersabda yang maknanya “seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya, juga seoang wanita tidak boleh menikahkan dirinya sendiri sebab sesungguhnya wanita pezina adalah seorang wanita yang menikahkan dirinya sendiri” (HR. Ibnu Majah). Jadi berdasarkan hadist-hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu pelanggaran terhadap Allah SWT ketika menikahkan tanpa wali, dan ini berhak mendapatkan sanksi. Hanya syari’at belum menetapkan sanksi bagi orang-orang yang melakukan telribat pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu pernikahan tanpa wali dimasukan ke dalam Bab Ta’zir. Jadi sanksi yang berupa bentuk dan kadar saknsinya diserahkan sepenuhnya kepada Qodi atau Hakim dalam system Islam. • Fakta kedua, fakta pernikahan yang sah menurut Islam hanya saja tidak dicatatkan. Ini memang harus ada hukum yang dikaji secara berbeda, yaitu hukum pernikahannya dan hukum tidak mencatatkan. Nah kalo hukum pernikahnnya itu sendiri sah, sehingga jika dari aspek pernikahannya itu sah berdasarkan ketentuan syari’at, pelakunya tentu tidak boleh dianggap melakukan suatu kemaksiatan. Sehingga tidak berhak dijatuhi sanksi hukum. Dalam Islam, perbuatan baru dianggap suatu kemaksiyatan, berhak dijatuhi sanksi dunia dan akhirat ketika terkategori menjalankan yang haram dan meninggalkan yang wajib. Dan ini tidak terjadi jika pernikahannya sah. Nah, bagaimana fakta tidak mencatatkan? Jika Administrasi Negara menetapkan ini sebagai salah satu bentuk aturan, dan seseorang melanggarnya, maka ini adalah pelanggaran terhadap pelanggaran administrasi Negara. Misalnya seperti melanggar peraturan lalu lintas, melanggar izin mendirikan bangunan, peraturan-peraturan administrative lainnya. Jadi tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal. Persoalan pernikahan siri ini dalam RUU tersebut akan dipidanakan. Jadi dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal ini persoalan perdata bukan persoalan pidana, karena urusannya adalah urusan catat mencatat. Jadi ini yang menjadi masalah. Pada saat seseorang menikah tidak mencatatkannya di catatan sipil, itu tidak bisa dimasukan kedalam tindakan pidana. • Kemudian fakta yang ketiga, tidak mempublikasikan atau disembuyi2kan. Hukum Islam untuk mempublikasikan/mengumumkan pernikahan dalam bentuk walimatul ‘ursy itu sendiri adalah Sunnah, dan kedudukannya sunnah muakkad, jadi sangat-sangat dianjurkan. Tetapi misalnya karena ada suatu kondisi tertentu sehingga tidak diumumkan, itu tidak sampai melakukan suatu keharaman, tapi bentuk pelanggaran terhadap Sunnah, tidak sampai keharaman. Tetapi tetap saja jika dengan tidak mengsyi’arkan malah akan terjadi kemudhorotan misalnya fitnah, maka sangat sangat dianjurkan utk seorang muslim mengsyi’arkan pernikahannya. Dan Negara juga sangat menganjurkan ini. Jika masalahnya seperti ini. Terus kenapa nikah siri ini akhirnya sampai dipidanakan? Persoalannya adalah karena Negara kita sudah meratifikasi Undang-undang Internasional, jadi di bawah hukum yang disepaktati PBB. Karena sesuai dengan ketentuan perlindungan terhadap hak-hak perempuan, kemudian adanya konsep kesejahteraan gender, dll. Ini menyebabkan Indonesia harus meratifikasi hukum-hukum yang digulirkan sesuai dengan ketetapan-ketetapan ini. Nah akhirnya muncul Undang-undang yang berbasiskan kesejahteraan gender. Seperti UU Perlingdungan anak, UU kekerasan dalam Rumah Tangga tetapi dalam terminologi satu definisi, satu definisi yang sudah disepakati dalam UU Internasional. Jadi mengacunya itu bukan pada Syari’ah Islam tapi pada kesepakatan-kesepakatan Internasional dan sesuai dengan Sistem Pergaulan Internasional. Misalnya dalm UU Perlindungan anak, batasan anak itu berada di atas 18 tahun. Jadi kalo usia 17 tahun dianggap masih anak-anak, dan dia tidak boleh menikah. Sehingga ketika dia menikah pada usia 16 atau 17 tahun maka dia dianggap melanggar UU ini. Karena terpacu dari sinilah, akhirnya ada keinginan untuk merevisi Undang-undang yang masih ada bernuansa agama, masih bernuansa syari’at Islam seperi UU perkawinan. Kemudian jg uu peradilan agama, yang masih memasukan syari’at islam untuk menyelesaikan masalah di peradilan agama. Nah inilah yang kemdudian akhirnya ingin di rubah. Inilah yang menyebabkan akhirnya nikah siri dipermasalahkan. Dalam konteks sebenarnya boleh, sah, kemudian juga poligami yang sebenarnya dalam Syari’at Islam hukumnya boleh, kemudian juga pernikahan yang dibawah 18 tahun di dalam islam juga sebenarnya boleh. akhirnya diupayakan untuk dilarang sesuai dengan UU Internasional. Dan tidak berdasarkan pada AlQuran dan Assunnah lagi. Tentunya ini menambah daftar fakta bahwa syari’at Islam itu mulai dijajah sedikit demi sedikit kemudian dihapus dari kehidupan kita. Jadi memang ada arus untuk menghancurkan nilai-nilai Islam yang masih tersisa dalam keluarga-keluarga muslim di Indonesia. Sehingga yang dibidik sekarang adalah UU Perkawinan dan UU Peradilan Agama. Hmm…memang jika tidak ditimbang dengan syariah yang ada malah bikin resah dan gelisah --Resume Voice of Islam edisi Mei Rubrik Sakinah--