Senin, 21 April 2008

"Misteri Dibalik Kelangkaan dan Naiknya Harga Minyak


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi yang telah mengkarunikan nikmat yang tidak akan pernah bisa seorang manusia dan termasuk penulis ini untuk menghitungnya. Sehingga atas segala nikmat dan petunjuk-Nya yang telah mengantarkan penulis kepada terselesaikannya buku yang berjudul “Misteri Dibalik Kelangkaan dan Kenaikan Harga minyak“. Shalawat dan salam tidak lupa tim penulis sampaikan kepada uswah kita yakni nabi Muhammad SAW, karena atas perjuangannya yang tidak pernah lelah memperjuangkan tertegaknya Dinnul Islam di muka bumi ini kita dapat merasakan indahnya Islam, mengeluarkan kita dari kegelapan menuju kepada cahaya Islam, dan nikmatnya ilmu. Ilmu yang disertai iman dan taqwa akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

Adapun tujuan dari penulisan ini antara lain :

1. Sebagai salah satu wujud rasa keprihatinan kami sebagai seorang mahasiswa muslim atas krisis yang melanda negeri ini.

2. Menyoroti kebijakan – kebijakan pemerintah yang terkait dengan Energi.

3. Memberikan solusi alternatif yang berbasis ideologis untuk menyelesaiakan salah satu krisis yang melanda negeri ini yaitu krisis energy.

Semoga dari hasil tulisan ini mampu memberikan manfaat yang sebesar – besarnya pembaca sekalian ditengah keterbatasan ilmu yang penulis miliki dan dapat dijadikan salah satu solusi alternatif dan komprehensif dalam mengatasi masalah krisis energi, memotivasi kaum muslimin untuk bersama – sama berjuang menerapkan Sistem Islam untuk keluar dari berbagai krisis yang dialami saat ini. Dan bagi penulis, kami hanya mengharapkan ridho dan pahala dari Allah SWT. Sebagai pemilik hidup atas hadirnya buku ini dihadapan anda

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua kami, Mei alif, ST (Bundo) dan Aridhayati,ST (Mbak Ari) yang telah memberikan bimbingannya serta kepada para pembaca yang setia menyimak buku ini sampai akhir, semoga apa yang telah kita usaha ini tidak pernah bernilai percuma dihadapan Allah SWT. Amin.

Bagi anda dapat menyampaikan kritik, saran serta berkonsultasi langsung dengan penulis melalui blog halaqah situs kami http://halqah.multiply.com

Yogyakarta, April 2008

Penulis

BAB I

NEGERI GEMAH RIPAH LOH JINAWI

Latar belakang munculnya tulisan ini adalah melihat krisis multidimensi yang melanda negeri tercinta ini tak kunjung berakhir. Mulai dari krisis moneter, krisis kepercayaan, krisis pangan di berbagai wilayah tanah air, krisis energi listrik yang telah menghunjamkan pemadaman bergilir di hampir seluruh bagian negeri, krisis moral, hingga akhirnya sampai pada krisis energi yang akhir – akhir ini mulai dirasakan oleh seluruh masyarakat. Krisis energi ditandai dengan kelangkaan dan melonjaknya harga minyak tanah dan BBM yang merupakan kebutuhan primer masyarakat. Jika ditinjau dari kekayaan alam yang dimiliki negeri ini, Indonesia adalah negara yang mempunyai predikat Gemah ripah loh jenawi, sebuah predikat yang menggambarkan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Namun yang sangat disayangkan predikat tersebut sepertinya tidak berlaku lagi untuk saat ini melihat berbagai krisis yang melanda negeri ini. Indonesia seakan menjadi sebuah ‘Negara Prihatin’, dikarenakan secara global kondisi Indonesia benar-benar memprihatinkan.

Indonesia pada kenyataannya memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah, termasuk di dalamnya ada beberapa jenis yang dapat digunakan sebagai sumber daya energi, atau yang lebih kita kenal dengan sektor migas (minyak dan gas-red). Tapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah kenapa negeri ini mengalami krisis energi dan apa yang menjadi sebabnya. Oleh karena itu dalam tulisan ini, kami akan mencoba menyoroti dan menganalisa yang menjadi sebab krisis energi yang melanda negeri tercinta ini, lebih dalam mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah yang selama ini mengatur sumber daya energi Indonesia beserta permasalahannya. Di dalam tulisan ini akan dipaparkan mulai dari pengertian krisis energi, sebab – sebab terjadinya krisis energi, kebijakan – kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis energi dan dampak dari kebijakan – kebijakan tersebut, dan sekaligus memberikan solusi alternatif dan solusi komprehensif yang sekiranya dapat menyumbangkan pikiran sebagai generasi penerus bangsa ini.

Bab II

ENERGI dan SUMBER ENERGI

2.1 Pengertian Energi dan Sumber Daya Energi

Pengertian energi dan sumber daya energi adalah sebagai berikut :

a. Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, energi mekanik dan panas.(peraturan presiden republik indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional).

b. Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antara lain berupa minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi, gambut, biomasa dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi (peraturan presiden republik indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional).

2.2 Energi dan Sumber Daya Energi di Indonesia

Begitu banyak sumber daya energi yang dimiliki oleh Indonesia yang menjadi jantung kelangsungan hidup warga negara Indonesia, walaupun tidaklah sebesar yang dimiliki oleh negara – negara timur tengah. Setiap jengkalnya, bumi Indonesia tersimpan berbagai macam energi dengan jumlah cukup besar dan tersebar di setiap daerah. Kondisi itulah yang dirasakan oleh Indonesia beberapa tahun ke belakang sebelum krisis energi menimpa negeri ini.

Pada tahun 1970-an Indonesia mampu menghasilkan minyak sebanyak 0,89 Juta barel/hari. Pada saat itu harga minyak 1,67 dolar AS/barel, dan menjadi penyumbang devisa negara sekitar 29%. Kemudian pada tahun1981, produksi minyak Indonesia meningkat dua kali lipat menjadi 1,6 juta barel/hari. Dengan harga minyak dunia 35 dolar AS/barel, devisa yang didapatkan semakin besar hingga mencapai 70% dari penerimaan negara (Krisis di Ladang Minyak, Al-wa’ie no. 92 tahun VIII, 1-30 April 2008).

Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral produksi minyak pada Tahun 1997 tercatat masih 1, 64 juta barel/hari, tahun 2007 0,95 juta barel/hari. Dan pada tahun 2008, produksi minyak mentah di sektor hulu sebesar 910.000 barel/hari.

Berdasarkan data yang didapatkan, sumber daya energi yang dimiliki di Indonesia yang tersebar di Indonesia, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Propinsi Kalimantan Timur sedikitnya 79,5 juta barrel per tahun. Gas alam yang produksinya mencapai 1.650 miliar meter kubik per tahun, serta batu bara yang produksinya paling sedikit 52 juta ton per tahun. (pusri.wordpress.com).

2. Propinsi Sumatera Selatan terdapat lebih kurang 20 struktur gas metan yang telah menghasilkan minyak dengan total cadangan masing-masing 5,03 miliar barrel dan gas bumi 7, 23 triliun kaki kubik. Sedangkan potensi batu bara dengan jumlah total 22,24 miliar ton atau sama dengan 41,5% dari cadangan nasional (sinarharapan.com). Dengan potensi ini, Pemerintah Indonesia, oleh Presiden RI, mencanangkan Propinsi Sumatera Selatan sebagai Lumbung Energi Nasional ((Sumatera Selatan Berpeluang Jadi Penghasil Energi Primer, 28 Feberuari 2005, www.sianarharapan.co.id)

3. Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ditemukan blok migas raksasa yang diperkirakan terkandung migas 107,5 hingga 320,79 miliar barel. Cadangan ini bahkan melebihi cadangan migas yang terdapat di Arab Saudi yang mencapai 264,21 miliar atau hanya 80% dari kandungan migas di NAD ini (pusri.wordpress.com).

4. Propinsi Jawa Tengah, terdapat Blok Cepu, menurut Pemerintah Indonesia memiliki cadangan sampai 600 juta barrel, terdiri atas cadangan yang sudah disertifikasi maupun yang belum. Produksi minyak mentah Blok Cepu pada saat puncak diperkirakan 165.000 barrel per hari. Ada pula tambahan dari produksi gas yang cadangannya mencapai 1,7 triliun kaki kubik.(www.kompas.com)

Adapun kilang minyak yang dimiliki Indonesia saat ini sebanyak 9 kilang minyak yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Data ini didasarkan pada data Departement Energi dan sumber Daya Mineral. Total kapasitasnya 1,057 juta barel per hari (bph). Dengan rincian sebagai berikut :

a. Kilang Brandan, Sumatera Utara, memiliki kapasitas 5.000 bph

b. Kilang Dumai dan Sei Pakning di Riau masing-masing berkapasitas 120.000 bph dan 50.000 bph.

c. Kilang Musi di Palembang dengan kapasitas 135,2 ribu bph

d. Kilang Balongan di Jawa Barat berkapasitas 125.000 bph

e. Kilang Cilacap di Jawa Tengah berkapasitas 348.000 bph

f. Kilang Cepu di Jawa Timur berkapasitas 3,8 ribu bph

g. Kilang Balikpapan di Kalimantan Timur berkapasitas 260.000 bph

h. Kilang Kasim di Papua berkapasitas 10.000 bph

Dengan potensi energi di atas cukuplah Indonesia dapat dikatakan kaya akan energi. Kondisi ini hendaknya dapat membuat warga negaranya tidak ikut gelisah seiring dengan meroketnya harga minyak dunia, sebab Indonesia adalah negara penghasil minyak, bukan pembeli. Bahkan, secara logika kondisi ini sangat menguntungkan bagi Indonesia, karena dapat menjual minyaknya dengan harga lebih mahal dan otomatis mendapatkan keuntungan yang lebih mahal pula. Dengan demikian, Indonesia akan menjadi negara yang semakin kaya. Namun yang terjadi bukanlah sesuai dengan logika sederhana seperti di atas. Sebagai negara anggota OPEC, Indonesia justru dilanda krisis bahan bakar minyak. Sehingga akan muncul pertanyaan apa yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis energi.

BAB III

KRISIS ENERGI

3.1 Pengertian Krisis Energi

Krisis energi adalah situasi di mana suatu bangsa menderita penyakit gangguan (suffers from a disruption) supply energi, misalnya kasus minyak, yang diikuti meningkatnya biaya energi secara cepat dan mengancam keamanan nasional dan ekonomi (J.L.Williams dan A.F. Alhajji).

3.2 Kondisi pada Krisis Energi

Krisis energi dikondisikan oleh instabilitas politik di beberapa negeri produsen minyak, merosotnya produksi minyak, rendahnya stok minyak (low excess capacity), impor yang tinggi pada kelompok kecil supplier, ketergantungan pada impor minyak, kecilnya pembelanjaan industri minyak, menurunnya kapasitas perekonomian (economic downturn), dan munculnya spekulan.(J.L.Williams dan A.F. Alhajji)

Kondisi tersebut sangat identik sekali dengan kondisi yang dialami oleh Indonesia, kondisi – kondisi tersebut akan dibahas satu persatu pada sub bab berikut ini.

3.2.1 Rendahnya stok minyak

Krisis bahan bakar minyak ini benar-benar telah dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dampak dari rendahnya stok minyak antara lain sebagai berikut :

1. Kelangkaan dan mahalnya minyak tanah.

Minyak tanah menjadi barang langka dan mahal di seluruh Indonesia. Terlihat sejumlah antrian yang panjangnya mencapai 3 kilometer. Warga bahkan rela mengantri sejak pukul 3 dini hari. Sebagian dari mereka bahkan tidak mendapatkan jatah karena sudah kehabisan minyak tanah. Dan mereka harus rela mengantri lagi keesokan harinya juga tanpa kepastian mendapatkan bagian.

Misalnya saja kelangkaan minyak tanah yang terjadi pada beberapa tempat seperti berikut:

a. Semarang

Antrian sekitar 100 warga terlihat sejak pukul 6.30 WIB. FX Sutono, salah satu pemilik pangkalan, mengaku bahwa pasokan minyak tanah di tempatnya memang dikurangi. Di mana biasanya mendapat 6 drum, kemarin hanya mendapat kiriman sebanyak 3 drum minyak tanah. Karena pasokannya berkurang, maka masyarakat yang melakukan pembelian dibatasi. Selama ini, pangkalnya melayani sebanyak 60 kepala keluarga (KK). Praktis ada beberapa warga yang antri tidak kebagian minyak tanah (Minyak Tanah Semakin Langka, 4 April 2008, Koran Sindo)

b. Jakarta.

Para pengguna minyak tanah di daerah program konversi elpiji di Jakarta harus bersiap-siap. Mulai akhir April 2008 minyak tanah bersubsidi akan benar-benar ditarik seluruhnya dari Jakarta. Terkait hal ini, BPH Migas tak akan membagikan kartu kendali di daerah yang menjadi tempat pelaksanakan program konversi minyak tanah ke elpiji.

Bila rencana ini jadi dilakukan maka pengguna minyak tanah di Jakarta harus siap merogoh kocek lebih dalam untuk membeli minyak tanah nonsubsidi karena per liternya berkisar Rp 8.700 hingga Rp 9.000. Penarikan minyak tanah bersubsidi ini secara bertahap akan dilakukan di seluruh Pulau Jawa sepanjang tahun 2008 (Akhir April Minyak Tanah Subsidi Akan Ditarik, 18 Maret 2008, liputan6.com).

c. Depok, Jawa Barat

Sejumlah pedagang minyak tanah di Depok, Jawa Barat beburu hingga ke Cibinong, Bogor. Wilayah ini belum termasuk kawasan konversi, sehingga masih bisa ditemukan minyak tanah. Agar tidak dicurigai, pedagang minak tanah dari Depok membawa jeriken besar dengan sepeda motor. Kecurangan ini justru membuat kesal warga setempat, karena akan mengurangi jatah mereka (Memburu Minyak Tanah ke Cibinong, 11 April 2008, liputan6.com).

d. Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Harga minyak tanah di Kabupaten hulu Sungai Selatan (HSS) sudah langka. Meskipun ada, harganya sudah melambung. Sejumlah pangkalan minyak tanah di Kota Kandangan yang ditemuai tampak tutup, mereka memasangi papan bertuliskan minyak habis di pangkalan tersebut. Sejumlah responden meyatakan harga minyak tanah bahkan sudah mencapai Rp 5.500/liter (Harga Minyak Tanah Rp 5.000/Liter, 4 April 2008, Banjarmasin Post.co.id).

2. Kelangkaan dan naiknya harga BBM

Harga BBM yang sangat mahal terjadi hampir di seluruh wilayah indonesia, beberapa diantanyanya terjadi pada beberapa tempat seperti berikut:

a. Ribuan pabrik produksi yang tutup karena bangkrut, sebab tak mampu membeli BBM untuk menggerakkan mesin produksi. Ini juga memberikan preseden buruk pada karyawan yang harus di PHK yang secara otomatis menambah angka pengangguran Indonesia. Misalnya saja, pabrik kayu lapis di Kalimantan Timur, PT. Santi Murni Plywood dan PT. Kalimanis Plywood Industries, terpaksa menawarkan PHK kepada sekitar 3000 buruhnya. Demikian pula dengan PT Tunggal Yudi Sawmill Plywood yang juga telah mem-PHK 4.426 buruhnya. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pemutusan hubungan kerja ini justru terjadi saat harga minyak baru saja naik. (www.kompas.com/kompas-cetak/0511/17/utama/2219253.htm)

b. Senada apa yang terjadi di Jakarta. Sekitar 10 persen industri kecil menengah (IKM) dari 4.020 industri berbasis pengolahan plastik, biji plastik, dan kemasan memilih gulung tikar karena merugi. Hal itu disebabkan industri tidak sanggup membeli bahan baku plastik yang mahal. Sementara keuntungan dari penjualan tidak cukup menutupi biaya produksi (http://www.opinimasyarakat.com/2007/12/11/ratusan-perusahaan-terancam-bangkrut/, 11 Desember 2007)

c. Para nelayan tak dapat melaut, sebab tak mampu membeli solar dengan harga tinggi. Walaupun mampu membeli keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan (rugi). Puluhan nelayan Pantai Utara (Pantura) berhenti melaut akibat persediaan minyak tanah mengalami kelangkaan di pangkalan daerah itu. Jika persediaan ada harganya pasti mahal mencapai Rp 5.000 per liternya. Harga normal minyak tanah mencapai Rp 2.500 hingga Rp 3.000 per liternya, namun setelah terjadi kelangkaan meningkat menjadi Rp 5.000 per liter. Awalnya, para nelayan itu menggunakan BBM solar. Namun karena harganya yang mahal mencapai Rp 4.000 sampai Rp 5.000/ liter, maka mereka beralih ke minyak tanah meskipun menanggung resiko mesin akan cepat rusak. Namun setelah ada konversi ke gas, harga minyak tanah justru lebih mahal dan semakin langka. (Nelayan Pantura Berhenti Melaut Akibat Minyak Tanah Langka, 20 Januari 2008, kapanlagi.com)

Bahkan di Jepara, kenaikan harga BBM telah membawa petaka bagi keluarga nelayan. Salah satu anggota keluarga nekad membakar diri karena rasa frustasi yang akut (www.suaramerdeka.com/harian/0510/11/nas07.htm).

Di Kota Semarang, sedikitnya terdapat 2000 nelayan, ada yang memiliki perahu namun sebagian lain hanya buruh nelayan. Salah satu penjual solar di Tambaklorok, menyatakan saat ini nelayan memang resah. Bahkan beberapa waktu lalu ada yang nekat hendak membuka keran solar miliki Pertamina yang melalui pemukiman nelayan itu. Pipa besar itu untuk menyalurkan solar dari kapal tanker ke depo Pertamina itu memang melintasi pemukiman nelayan Tambaklorok. Syukurlah, polisi segera turun tangan sehingga tindakan itu dapat dicegah (Nelayan Tambaklorok Gunakan Minyak Tanah Akibat Kesulitan Dapatkan Bahan Bakar, 30 Agustus 2002, Suara Merdeka.com).

3.2.2 Merosotnya produksi minyak

Menurut publikasi BP (British Pertroleum) yang berjudul “Statistical Review of World Energy 2005″, produksi minyak tertinggi Indonesia terjadi pada tahun 1977, dengan rata-rata sebesar 1,685 juta bph. Setelah itu, produksi minyak Indonesia tidak pernah lagi mencapai angka tersebut. Sedangkan cadangan minyak Indonesia yang dapat dibuktikan keberadaannya hanyalah sekitar 4,7 miliar barrel. (http://priyadi.net/archives/2005/09/30/krisis-minyak-dunia-dan-indonesia/).

Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral produksi minyak pada Tahun 1997 tercatat masih 1, 64 juta barel/hari, namun pada tahun 2007 tinggal 0,95 juta barel/hari. Sehingga devisa yang didapatkan negara ikut merosot yaitu 30%. Dan pada tahun 2008, produksi minyak mentah di sektor hulu sebesar 910.000 barel/hari.

Dari data di atas, akan memunculkan pertanyaan kenapa kemudian produksi minyak di Indonesia menurun. Menurut Dr. Kurtubi menurunnya produksi di dalam negeri karena produksi minyak di Indonesia masih mengandalkan lapangan – lapangan tua, dalam delapan tahun terakhir ini hampir tidak ditemukan lapangan baru dan cadangan minyak yang tidak ditemukan lagi. Cadangan minyak cenderung tidak bertambah karena Menurut Prof. Koesoemadinata (Mantan Guru Besar Ilmu Geologi Minyak dan Gas Bumi ITB), tidak ditemukannya cadangan minyak dikarenakan beberapa hal, yaitu :

- Sejak zaman Reformasi keadaan politik tidak menentu, UU Migas juga demikian, memecah pertamina sehingga ada BP Migas, penegakan hukum juga tidak jelas sehingga ekplorasi menurun, ini berakibat pada penemuan minyak baru tidak ada. Kegiatan pencarian cadangan baru atau investasi eksplorasi mengalami kemunduran sejak tahun 1999. Pada tahun 1970 – 1980-an, rata – rata jumlah sumur eksplorasi antara 250 – 300 sumur/tahun. Tahun 2000 tinggal 70 sumur, 2001 menjadi 60 sumur, dan 2003 sekitar 30 sumur.

- Eksplorasi juga sering mengandalkan perusahaan minyak asing. Karena yang namanya eskplorasi dipandang sebagai sesuatu yang kadang berhasil kadang juga tidak, sehingga dari pada dipakai untuk sesuatu yang belum tentu berhasil, pemerintah mengambil kebijakan untuk membangun proyek – proyek pembangunan yang jelas resikonya sangat rendah, sehingga pada akhirnya kondisi tersebut menyebabkan kondisi kekurangan minyak.

- Dalam menjalankan survey eksplorasi banyak menemui kendala, yaitu banyaknya pihak yang minta ini dan itu, sehingga belum juga eskplorasi dilakukan, dan bahkan kemungkinan gagal, sudah dimintai uang oleh penduduk setempat yang tanahnya tidak mau dilewati, para bupati, dan para pihak lain yang terkait. Sehingga wajar kegiatan eksplorasi menjadi menurun dan akhirnya cadangan minyak pun tidak ditemukan.

- Sedangkan menurut peniliti LP3ES Pri Agung Rakhmanto mengatakan, bahwa ternyata cadangan minyak sudah tidak ada, kalaupun ada, daerah nya sulit dan punya resiko lebih tinggi. Sehingga walaupun logikanya jika harga minyak semakin tinggi seharusnya menjadi insentif untuk mencari cadangan minyak baru, akan tetapi cadangan minyak baru memang tidak ditemukan lagi.

Pada tahun 2004, Kelompok Kerja Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (Pokja PA-PSDA) dan Koalisi Ornop Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan mengirim sebuah memorandum kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Memorandum ini berjudul “Usulan Kebijakan Energi Untuk Keamanan Pasokan Energi Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan”. Memorandum ini mengatakan bahwa minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 15-20 tahun, gas alam dalam waktu 35-40 tahun dan batubara dalam waktu 60-75 tahun. Sedangkan Presiden SBY sendiri pernah mengakui bahwa minyak Indonesia akan habis dalam 15 tahun, gas alam dalam 60 tahun dan batubara dalam dalam 150 tahun (http://priyadi.net/archives/2005/09/30/krisis-minyak-dunia-dan-indonesia/).

Kondisi pasokan minyak ini diprediksi akan semakin sulit karena banyak blok migas yang ditawarkan Pemerintah ternyata tidak laku karena memang sudah tidak menarik lagi. Dari 26 lok migas yang ditawarkan akhir Desember 2007, sebanyak 12 merupakan blok yang tidak laku pada penawaran (Krisis di Ladang Minyak, Al-wa’ie no. 92 tahun VIII, 1-30 April 2008).

Dalam grafik, produksi dan konsumsi BBM di Indonesia dari 1965 sampai 2004 berdasarkan data dari BP (British Petroleum) adalah sebagai berikut:

3.2.3 Impor yang tinggi

Impor minyak mulai dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2004. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa kapasitas kilang minyak Indonesia yang besarnya sekitar 1.050.000 barel/hari tidak pernah naik dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Padahal kapasitas sebesar itu hanya mampu memenuhi 2/3 BBM dari kebutuhan nasional yang kebutuhan bahan bakar minyak Indonesia mencapai 1,2 juta bph. Menurut Direktur Jendral Migas Iin Arifin Takhyan, selisih kekurangan tersebut selama ini dipenuhi dengan cara impor dari luar negri (Indonesia Butuh Kilang Minyak Baru, 2 April 2008, www.korantempo.com).

Selain itu, hal ini masih berkaitan juga dengan faktor kelangkaan BBM di atas. Jumlah produksi minyak mentah yang tak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, memaksa pemerintah menempuh jalan impor. Dan selebihnya adalah permainan politik.

Muncul lagi pertanyaan dalam benak kita, kenapa impor yang tinggi atau bahkan sampai pada taraf ketergantungan merupakan salah satu sebab negara itu mengalami krisis energi. Hal itu dikarenakan harga minyak impor tersebut disesuaikan dengan harga minyak mentah dunia yang sangat mahal. Belum lagi ditambah dengan biaya pengolahannya, pasti akan lebih mahal lagi. Pemerintah Indonesia juga mematok harga BBM di dalam negri harus ekuivalen dengan harga minyak mentah di pasar dunia.

Jika Indonesia mengimpor sebanyak 275 ribu bph saja, dengan harga sekitar US$ 100 bph, maka kalikan saja dengan harga sekitar US$ 100 bph. 1 barel itu sekitar 150 liter. Jadi, harga minyak mentah itu seliternya sudah 66 sen dolar atau Rp 6.000,-. Kalau sudah diolah menjadi BBM tentu harganya akan lebih tinggi (Minyak Tetap Milik Rakyat, Al-wa’ie no. 92 tahun VIII, 1-30 April 2008).

Pada tanggal 11 Desember 2007, harga minyak mentah dunia sempat menyentuh US$ 100 per barel, hingga 6 Januari 2008. Hal ini dipicu oleh kebijakan OPEC untuk menurunkan produksi mulai bulan Februari 2008 sementara di sisi lain kebutuhan minyak dunia meningkat. Pada tanggal 1 Maret 2008, harga minyak dunia telah mencapai US$ 104,52 per barel. Hal ini terjadi setelah Amerika Serikat mengumumkan penurunan cadangan minyak mentahnya. Lima hari kemudian, yaitu tanggal 6 Maret 2008 sempat menyentuh angka US$ 109,7 per barel hingga kemudian turun pada kisaran US$ 108,13 per barel. Pada tanggal 12 Maret 2008 mampu menembus rekor baru pada kisaran US$ 110 per barel. Harga minyak dunia yang terus meroket juga menyebabkan lonjakan harga bahan bakar minyak di Amerika Serikat. Hingga tanggal 10 April 2008, harga minyak mentah dunia kembali melonjak menembus angka US$ 112 per barel. Lonjakan ini terjadi karena berkurangnya pasokan minyak mentah Amerika 3,2 juta barel serta melemahnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang euro (www.liputan6.com).

Sudah dapat dibayangkan entah bagaimana lagi para ibu merogoh kantongnya sampai bolong agar dapurnya dapat mengepul.

Kenaikan harga minyak dari tahun 1994 sampai Maret 2008 dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Harga standar minyak mentah dalam NYMEX di bawah $ 25 per barel pada bulan September 2003, tetapi menjelang 11 Agustus 2005 meningkat sampai melebihi $ 60 per barel. Awal tahun 2007 berkisar antara $ 50 dan $ 60 per barel. Sebelum meningkat lagi dari bulan Mei sampai September 2007 menjadi di atas $ 80 pada musim gugur. Menjelang Oktober 2007 harganya mencapai $ 96,24 per barel dan akan dijual di atas $ 92 per barel pada Desember di New York sejak 1 November 2007. (www.detikforum.com)

NYMEX adalah singkatan dari New York Mercantile Exchange. Badan inilah memiliki wewenang dalam menentukan harga minyak internasional.

BAB IV

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA MINYAK MENTAH INDONESIA

Hal – hal yang terkait dengan kebijakan pemerintah adalah sebagai berikut.

4.1 Konsep KPS (Contract Production Sharing)

Pengelolaan minyak Indonesia menggunakan konsep KPS (Contract Production Sharing), dengan modal ditanggung investor. Dalam konsep ini Pemerintah mengundang investor swasta (asing atau dalam negeri) untuk menambang minyak. Investor dan Pemerintah berbagi keuntungan dengan presentase yang diperjanjikan dan disepakati . Untuk pertambangan dengan resiko rendah, investor swasta berani menerima sharing keuntungan lebih kecil (kurang dari 50%) kepada Pemerintah; sedangkan jika resiko tinggi, biasanya investor swasta minta sharing keuntungan lebih tinggi. Hal ini membuka peluang privatisasi minyak dan gas bumi.

Konsep ini didasarkan pada keterbatasan dana negara untuk melakukan investasi pada sektor pertambangan minyak dalam aspek pemodalan serta tanggungan resiko. Dengan konsep ini keuangan negara diharapkan aman dari resiko kegagalan penambangan. Namun, implikasi langsung dari konsep ini sangat jelas, yaitu Pemerintah hanya mendapatkan sebagian dari keuntungan penambangan, bukan mendapatkan penghasilan (revenue) dari penambangan. Di samping itu, Pemerintah tidak memiliki produk penambangan selama kontrak berlangsung. Dengan kata lain, Pemerintah (negara) tidak lagi memiliki produk minyak bumi.

Dalam MOU 2005, porsi bagi hasil (profit split) untuk pemerintah menjadi lebih besar (85:15) ketimbang dalam Head of Agreement (HoA) dengan komposisi bagi 60 persen untuk Pemerintah Indonesia dan 40 persen untuk kontraktor (20 persen Pertamina, 20 persen ExxonMobil). Bagi hasil versi MOU 2005 dikaitkan perkembangan harga minyak dunia.

Bagi hasil untuk operator (15 persen) menjadi hak tiga pihak dengan komposisi Pertamina (lewat anak perusahaan PT Pertamina EP Cepu) 45 persen, ExxonMobil (melalui anak perusahaan Mobil Cepu Ltd dan Ampolex Cepu Ltd) juga 45 persen, serta 10 persen untuk pemda.

Dengan asumsi pesimistik harga minyak 45 dollar per barrel, sesuai dokumen yang diberikan Kementerian BUMN kepada pers, total profit yang diterima Pemerintah Indonesia adalah 93,25 persen (85 persen bagi hasil buat pemerintah ditambah 6,75 persen bagian Pertamina plus 1,5 persen bagian pemda). Sedangkan total profit ExxonMobil hanya 6,75 persen (Kerasnya Blok Cepu, www.kompas.com).

Meskipun prosentase keuntungan Pemerintah semakin besar, namun tetap saja Pemerintah tidak mendapatkan hasil eksploitasi minyak Indonesia. Tentu aneh, saat ExxonMobil menyetujui total profit yang diperoleh hanya 6,75 persen. Terang saja, karena minyak hasil eksploitasi nilainya jauh melebihi keuntungan yang diperoleh Pemerintah. Bagaimanapun juga, ExxonMobil tetap menjadi pihak yang diuntungkan. Sementara masyarakat Indonesia sedikitpun tak pernah menikmati keuntungan kekayaan miliknya. Alih-alih masuk ke kas negara, bisa jadi “disunat” dulu oleh Si Mata Hijau!

4.2 Menggunakan Pihak Ketiga (Broker)

Pada dasarnya, perdagangan minyak internasional tidak dilakukan langsung oleh produsen kepada konsumen. Perdagangan minyak internasional berlangsung melalui broker (perantara). Dalam kenyataannya, harga pasar minyak internasional (yang sering disebut dengan harga spot) lebih banyak ditentukan dengan mekanisme ini, bukan berdasarkan mekanisme permintaan dan penawaran antara produsen dan konsumen semata. Pada umumnya, perdagangan ini, melibatkan lembaga pendanaan(funding), yaitu bank. Dengan kata lain, perdagangan sering tidak dilakukan secara tunai. Hal ini menyebabkan negara-negara produsen minyak tidak dapat dengan leluasa mendapatkan keuntungan akibat melonjaknya harga minyak pada pasaran internasional sebagaimana yang terjadi pada akhir 2007.

Seperti lapangan gas Tangguh di Papua, pihak ketiga yang ditugasi menjual gas ke luar negri adalah BP (British Petroleum). Bahkan penjualan gas dari Pemerintah kepada mereka itu dengan harga super murah. Pada tahap awal harganya hanya $US 2,25/mmbtu, dengan patokan harga minyak mentah US $ 25 per barel. Namun setelah didesak, patokan harga minyak mentah dinaikkan menjadi US $38 per barel, sedangkan harga jual gas tangguh menjadi US$ 3,35/mmbtu (mile-mile british termal unit). Harga itu merupakan nilai jual selama 25 tahu yang akan datang. Padahal, semua orang tahu, saat ini harga minyak sudah US$ 100 per barel. Indonesia dizalimi BP. Dengan sistem seperti ini, negara bukan diuntungkan, tetapi justru mempunyai potensi kerugian miliaran dolar.

1. Mengeluarkan Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

UU no 22 tahun 2001 yang di dalam salah satu pasalnya, yaitu pasal 9 ayat 1 pada BAB III Penguasaan dan Penguasaan, disebutkan pada angka (1) “Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh : a. badan usaha milik negara; b. badan usaha milik daerah; c. koperasi; usaha kecil; d. badan usaha swasta”. Adapun Pasal 5 ayat (1) termaktub Kegiatan hulu terdiri atas eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan kegiatan hilir mencakup pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga”. Jika kita amati lebih dalam UU ini adalah jalan mulus bagi perusahaan asing agar dapat menguasai sektor migas Indonesia dari hulu sampai hilir. Meskipun beberapa perusahaan asing itu ada yang sudah menjadi tuan di sektor hulu. Alhasil, sejak Pemerintahan zaman Orde Baru, sudah hampir 90% produksi minyak Indonesia dikuasai oleh asing. Terlebih lagi, posisi swasta asing ini diperkokoh dengan adanya UU PMA yang memberikan hak guna selama 95 tahun. Jikalau memang demikian, prediksi Presiden SBY bahwa minyak bumi Indonesia akan habis dalam 15 tahun dapat dinilai kurang valid. Sebab, bisa saja sebelum kontrak swasta asing 95 tahun itu berakhir, minyak bumi Indonesia sudah habis lebih dulu.

Sebut saja perusahaan migas asal Amerika Serikat Chevon Pacific Indonesia (CPI) menempati peringkat pertama sebagai pengelola minyak Indonesia dengan total produksi mencapai 412,10 juta barel minyak per hari. Selain Chevron, enam perusahaan asing menempati peringkat atas, Conoco Phillips (AS), Total Indonesie (Prancis), China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) (Tiongkok), Petrochina (Tiongkok), Korea Development Company (Kodeco) dari Korea Selatan, dan Chevron Indonesia Company. Sisanya, tiga perusahaan lokal, yaitu PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP), PT Medco EP Indonesia, dan Badan Operasi Bersama (BOB) PT Bumi Siak Pusako-Pertamina. Sementara itu, 10 besar produsen gas di Tanah Air, delapan di antaranya dikuasai asing. Total E&P Indonesia menempati peringkat pertama dengan total produksi gas mencapai 2.513 juta kaki kubik per hari (mile-mile cubic feet per day/mmscfd), Pertamina diperingkat kedua dengan total produksi 948,9 mmscfd, dan Conoco Phillips Ltd di tempat ketiga dengan total produksi gas 901,83 mmscfd (Waspadai Peenguasaan Asing di Sektor Energi, Juli 2007, www.dpmbesdm.go.id)

Jika swasta asing maupun dalam negri dibolehkan menguasai sektor hilir migas yang selama ini dikuasai Pertamina, mereka tak akan ketinggalan antre untuk mendapatkan izin membuka Stasiun Pengisian BBM untuk Umum (SPBU). Finally, tak ada yang tersisa karena semua bisnis sektor migas, mulai dari eksplorasi dan eksploitasi hingga menjualnya kepada konsumen. Sebaliknya, perusahaan domestik akan tersingkir, termasuk Pertamina. Apalagi koperasi dan usaha kecil yang juga disebut dalam UU Migas bisa menyelenggarakan bisnis migas. Mereka hanya bisa gigit jari.

Hal ini diperjelas lagi pada UU tersebut bagian UMUM yang menjelaskan pasal demi pasal, pada UU menjelaskan bahwa tujuan dari Pasal 9 Ayat (1) adalah Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Badan Usaha, baik yang berskala besar, menengah, maupun kecil untuk melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir dengan skala operasional yang didasarkan pada kemampuan keuangan dan teknis Badan Usaha yang bersangkutan. Jika sudah seperti ini, siapa yang akan mempunyai kesempatan emas dalam hal ini? Tentunya adalah usaha yang berskala besar yang mempunyai modal paling besar pula.

Dalam pasal ini juga sudah dapat dilihat persaingan yang tidak sehat dan tidak wajar, meskipun dalam pasal 3b pemerintah menginginkan persaingan yang wajar, sehat dan transparan. Dalam pasal ini seolah mengatakan bahwa koperasi harus dapat berkompetisi dengan badan usaha swasta. Terang saja, bagaimana mungkin koperasi dan usaha kecil dapat bersaing dengan perusahaan swasta apalagi swata asing? Dalam dunia kapitalisme yang mengandalkan modal, tentu pemenangnya adalah pengusaha swasta yang mempunyai modal yang besar. Ya, memang benar-benar transparan terlihat bahwa Pemerintah berpihak kepada pemilik modal.

Dengan demikian dengan disahkannya UU Migas ini jelaslah sudah bahwa UU ini menunjukkan ketidakberpihakan Pemerintah kepada rakyatnya. Justru kepada para pemilik modal. Hal ini dengan sendirinya telah bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3) itu sendiri yang menegaskan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Demikian pula bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat”. Ditambah lagi bahwa UU Migas ini lebih memihak kepada asing dan memaksa Indonesia kepada privatisasi dan mengikuti mekanisme pasar internasional yang memang hal itulah yang diharapkan oleh asing.


BAB V

PRIVATISASI

5.1 Pengertian Privatisasi

Pengertian privatasi adalah sebagai berikut :

· Privatisasi adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing Macam – macam Sumber Daya Energi beserta Potensinya.(Mansour: 2003)

· Namun Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN mempercantik makna privatisasi dengan menambahkan alasan dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat.

5.2 Privatisasi di Indonesia

Berdasarkan pengertian privatisasi dalam undang-undang BUMN, visi Kementerian Negara BUMN tentang privatisasi adalah, "Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya" (www.bumn-ri.com).

Sementara itu dalam program privatisasi tahun ini alasan yang dikemukakan oleh Sofyan Djalil adalah: “Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memberdayakan BUMN itu sendiri, sehingga akan menjadikan BUMN lebih transparan dan dinamis” (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).

Privatisasi tidak semanis apa yang digambarkan dalam visi Kementerian Negara BUMN seperti pada poin meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Sekilas masyarakat luas dilibatkan dalam kepemilikan BUMN, padahal kita tahu bahwa yang dimaksud masyarakat bukanlah pengertian masyarakat secara umum, tetapi memiliki makna khusus yaitu investor.

Menurut Dr. Mansour Fakih (2003) dalam bukunya Bebas dari Neoliberalisme, istilah privatisasi biasa dibungkus dengan istilah dan pemaknaan yang berbeda-beda. Misalnya, privatisasi perguruan tinggi negeri (PTN) dibungkus dengan istilah otonomi kampus, dan istilah privatisasi BUMN dimaknai sebagai meningkatkan peran serta masyarakat. Tujuan pembungkusan istilah dan makna privatisasi ini adalah untuk mengelabui pandangan publik. Pernyataan Sofyan Djalil bahwa privatisasi BUMN bukanlah untuk menjual BUMN melainkan untuk memberdayakan BUMN adalah pernyataan konyol dan menyesatkan. Logikanya sama dengan pembungkusan kata ‘pelacur’ (maaf-red) dengan Pekerja Seks Komersil (PSK).

Sementara itu, langkah-langkah kebijakan privatisasi di Indonesia selaras dengan sebuah dokumen milik Bank Dunia yang berjudul Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini terdapat panduan bagaimana pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan menghilangkan persoalan hukum. Pertama, memastikan tujuan-tujuan pemerintah dan komitmen terhadap privatisasi. Kedua, amandemen undang-undang atau peraturan yang merintangi privatisasi. Ketiga, ciptakan institusi yang memiliki kewenangan dalam implimentasi privatisasi. Keempat, hindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat dijalankan (Kebohongan Privatisasi, Hidayatullah Muttaqin,26 Maret 2008, www.kompas.com).

5.2.1 Privatisasi Sektor Migas

Privatisasi sektor minyak dan gas Indonesia berawal pada tanggal 4 Februari 2000, Dewan Direksi IMF di Washington mengadakan pertemuan untuk menyetujui langkah dan jadwal reformasi “sektor energi” dengan kompensasi bantuan sekitar 260 juta dollar AS dan sebesar 5 milyar dollar AS dalam tiga tahun mendatang (berikutnya) akan dikucurkan. Tidak lama kemudian, dari ide restrukturisasi ini Pemerintah Indonesia menetapkan Rancangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas menjadi Undang-Undang.

Penyusunan UU Migas 22/2001 adalah produk kebijakan yang lahir atas intervensi IMF/World Bank pada pemerintah Indonesia sejak masa krisis moneter tahun 1997. Di belakang IMF/World Bank ini berdiri berbagai perusahaan minyak dunia yang dikenal dengan “the five sisters”, seperti Caltex yang merupakan anak dari Chevron Texaco Coorporation, Unocal, BP,Exxon Mobile Oil, Shell, dan lainnya. Sedangkan draftnya dibuat Amerika Serikat melalui lembaga bantuannya USAID dan Bank Pembangunan Asia.

Tujuan dari perusahaan minyak dunia itu tidak lain adalah menguasai dan mengontrol sumberdaya energi. Penguasaan atas bangsa-bangsa utara dari dulu hingga saat ini tidak pernah mengalami perubahan pola, dari peristiwa Perang Dunia satu sampai Perang Dunia dua menceritakan kisah yang sama. Begitu juga dengan sisi lain dari perang yang masih terus berlangsung hingga saat ini, ketika Amerika-Inggris-Australia bersatu padu menggempur Iraq, juga menyiratkan pesan yang sama. Bahwa, “sebuah bangsa akan mampu ditaklukkan jika energi, pangan, dan sumber airnya sebagai sumber kehidupan dapat direbut” (www.walhi.or.id).

5.3 Mekanisme Pasar Internasional

Tak cukup merampas aset migas milik negara, UU Migas juga menjadikan seluruh kegiatan usaha migas, baik sektor hulu maupun hilir, semata berdasarkan pada mekanisme pasar. Realitas ini dapat ditemukan dalam banyak pasal-pasalnya. Dalam pasal 3a dinyatakan, bahwa untuk menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi dilakukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan.

Ungkapan ini jelas menjadikan mekanisme pasar dalam penyelenggaraan kegiatan usaha hulu. Untuk dapat memenangkan tender, semua pelaku usaha diharuskan menempuh mekanisme itu. Ketentuan ini juga berlaku bagi BUMN. Bertolak dari ketentuan ini, tak aneh jika Pertamina dibiarkan oleh Pemerintah bersaing bebas dengan ExxonMobil dalam memperebutkan Blok Cepu.

Mekanisme pasar bebas juga diberlakukan di sektor hilir. Dalam Pasal 3b dinyatakan, bahwa untuk menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.

Dengan ketentuan ini, liberalisasi migas merambah ke sektor hilir. Jika sebelumnya hanya Pertamina yang diizinkan menguasai sektor ini, kini terbuka lebar bagi masuknya swasta, termasuk korporasi asing. Memang dalam pasal 9 ayat 2 disebutkan bahwa Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha hulu (Pasal 1 ayat 18: Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah NKRI yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia). Akan tetapi, korporasi asing itu bisa saja mendirikan anak perusahaan di sini dengan dengan menjadi badan hukum. Kini sudah ada beberapa perusahaan asing yang turut dalam kegiatan usaha hilir, seperti Shell (Belanda)dan Petronas (Malaysia).

Mekanisme pasar juga berlaku dalam penentuan harga migas yang dijual kepada masyarakat. Dalam pasal 28 ayat 2 termaktub: Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dengan ketentuan ini, Pemerintah tidak lagi berhak mematok harga BBM seperti yang selama ini dilakukan, juga tidak boleh memberi subsidi BBM. Harga harus diserahkan kepada pasar. Memang oleh MK pasal ini telah dibatalkan. Namun, itu menunjukkan bahwa UU Migas dibuat untuk meliberalisasi seluruh bisnis migas. Inilah yang dilakukan oleh Pemerintah selama ini dengan berbagai alasan, Pemerintah berusaha menghapus subsidi harga BBM di pasaran.

BAB VI

SOLUSI ALTERNATIF DAN KOMPREHENSIF

6.1 Solusi Pemerintah

Pemerintah sebenarnya telah mecoba mencari solusi agar Indonesia dapat keluar dari krisis energi ini. Namun sayangnya, solusi yang diberikan pemerintah tidak terlalu mandasar atau tidak sampai menyentuh akar dari permasalahan yang sebenarnya. Sehingga beberapa solusi tersebut memiliki kelemahan dan bersifat temporer. Adapun beberapa solusi yang telah dan akan dilakukan oleh Pemerintah tersebut, antara lain:

1. Penghematan energi dan konversi energi dari minyak tanah ke gas

Berawal dari kelangkaan dan mahalnya harga minyak dunia, maka pemerintah membuat kebijakan penghematan energi serta konversi energi dari pemakaian minyak tanah ke gas. Sebab seperti yang telah disinggung di atas bahwa Presiden SBY memprediksikan bahwa Minyak Indonesia akan habis akan habis dalam 15 tahun ke depan, gas alam dalam 60 tahun dan batu bara dalam 150 tahun.

Kebijakan ini terlihat tidak konsisten, sebab Pemerintah hanya “merencanakan” keberlangsungan energi hanya dalam 60 tahun ke depan. Jika sudah sampai masanya, ketika pasokan gas alam juga mengalami krisis, Pemerintah juga harus segera membuat kebijakan baru, mungkin juga dengan beralih pada energi lain (misalnya batu bara, karena masih berumur panjang hingga 150 tahun).

Belum juga program konversi ini tuntas, LPG ikut-ikutan menjadi barang langka. Padahal, minyak tanah sudah ditarik dan menghilang di pasaran. Kondisi ini bahkan memaksa masyarakat beralih pada kayu bakar, seperti yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah.

2. Mengundang investor asing

Masuknya investor asing ini bukannya menjadi obat bagi rakyat, tapi malah menjadi petaka. Sebab Pemerintah hanya mendapatkan sebagian keuntungan dan tak mendapatkan hasil eksplorasi. Privatisasi seperti ini bahkan mengeruk minyak sampai tak bersisa. Dengan cara seperti ini, sampai kapan pun tak akan memberikan angin segar bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Menggalakkan pengembangan energi terbarukan

Sebagian intelektual merasa terpanggil jiwanya untuk melakukan riset tentang energi yang terbarukan. Dari keahlian mereka ini, lahirlah adanya biodiesel, bioetanol, dan biofuel yang diperoleh dari bahan nabati. Hal ini bisa saja dilakukan, tetapi tidak akan ekonomis. Sebab, misalnya untuk memperoleh 1 liter bioetanol dari tongkol jagung atau tanaman jarak, akan membutuhkan bahan baku yang banyak serta dengan proses yang tidak sederhana.

Pemerintah juga harus jeli dalam pengembangan energi terbarukan ini. Pemerintah hampir saja terjebak dalam perangkap kaum kafir. Sebab Grup Merhav, sebuah kelompok usaha swasta asal Israel, mengumumkan akan menanamkan investasi pada pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel dengan perusahaan budi daya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) di NTT. Modalnya mencapai US$ 700 juta atau sekitar Rp. 6 trilyun.
Syukur saja masih ada orang baik. Pemerintah diingatkan oleh MUI, sebab dinilai gegabah membiarkan Israel masuk ke Indonesia. Demikian pula, dengan Mentri ESDM dipanggil oleh Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, terkait utusan Israel (Yahudi “Masuk” Nusa Tenggara Timur, 6 September 2007, www.gemapembebasan.or.id).

4. Impor minyak mentah

Mengimpor minyak mentah dengan standar harga internasional membawa konsekuensi rakyat harus membayar lebih mahal. Apalagi Pemerintah tidak memberikan subsidi. Meskipun tersedia, daya beli masyarakat tak akan mampu menjangkaunya.

5. Membuat kilang minyak baru

Sejumlah pakar, misalnya Direktur Jenderal Migas Iin Arifin Takhyan menyarankan pemerintah agar membuat kilang minyak baru. Pembangunan kilang minyak ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk dapat mewujudkan ini, pemerintah, lagi dan lagi, mengharapkan investasi dari pihak swasta asing. Jika ini benar-benar terjadi, maka pemerintah tak bisa terlepas dari privatisasi. Hasil dari eksplorasi juga bukan untuk rakyat. Dengan demikian cara ini tidaklah sebenarnya tepat untuk mengatsi krisis minyak Indonesia.

6.2 Solusi praktis

Dewasa ini salah satu solusi yang sedang booming untuk mengatasi permasalahan krisis energi di Indonesia yaitu dengan memberdayagunakan energi terbarukan, seperti biofuel, bioetanol dan biodiesel.

Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain : panas bumi, biofuel, aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.

Namun, penggunaan energi terbarukan ini memerlukan analisa yang komprehensif, termasuk dari aspek ekonomi dan dampak lingkungannya. Meskipun dapat dibuat dari bahan baku bernilai rendah (misalnya limbah pertanian), namun pengolahan energi terbarukan ini dapat saja memerlukan proses yang panjang dan alat yang banyak. Sehingga harus dapat diperhitungkan lebih matang antara biaya produksi, harga jual produk, dan harga jual di pasaran.

Penggunaan energi terbarukan (misalnya bioetanol), dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Sebab hasil pembakaran bioetanol menghasilkan banyak CO2. Sedangkan CO­2 ini merupakan komponen terbesar dalam gas rumah kaca yang semakin menebal sehingga mengakibatkan global warming. Sepertinya hal ini sudah disadari sejak awal. Sebab penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar mobil sudah ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1908 oleh Henry Ford. Sekiranya ini menguntungkan, tentulah sejak dulu tak ada invasi ke negara-negara pengahasil minyak termasuk Indonesia, sebab kebutuhan energi sudah terpenuhi dengan adanya bioetanol.

6.3 Peran Mahasiswa

Pada dasarnya, mahasiswa adalah kaum intelektual yang memiliki karakter asal:

1. Agent of change. Kaum yang pemikir dan kritis terhadap suatu permasalahan. Di tangan mahasiswalah, perubahan itu bergantung.

2. Architect of change. Komunitas yang memahami arti perubahan. Sehingga ia lebih mengetahui, memahami, dan membawa arah perubahan menurut pemikirannya.

3. Direction of change. Orang pilihan yang akan menjadi pemimpin dan menjadi rujukan perubahan itu.

Sebagai kaum intelektual mahasiswa dapat berperan penting dalam menanggulangi krisis energi ini.Agar dapat berpartisiapasi, tidak harus menunggu menjadi ahli energi atau peneliti laboratorium atau beralih ke jurusan yang berkaitan dengan energi atau SDA. Setiap mahasiswa hendaknya menekuni disiplin ilmunya masing-masing dengan serius serta harus disertai dengan ideologi yang benar (Islam). Sebab setiap mahasiswa ideologis akan sangat diperlukan, misalnya:

1. Bidang Scient, dapat melakukan riset agar dapat menemukan BBM yang hemat energi untuk kemaslahatan umat. Juga tak mudah menerima tawaran proyek tanpa mengetahui dengan jelas pihak yang mensponsori proyek tersebut, tujuan proyek, juga sumber dana proyek itu.

2. Bidang Informatika, dapat membuat sebuah sistem agar pengelolaan SDA dan SDE lebih mudah dan praktis.

3. Bidang Psikologi, dapat menggunakan ilmunya untuk memberikan terapi kepada orang-orang yang depresi karena krisis BBM agar tak mudah putus asa dan bunuh diri.

4. Bidang Agama, dapat memberikan dalil-dalil syara’ yang berkaitan dengan kepengurusan umat.

5. Bidang Lingkungan, dapat menggunakan analisa dampak lingkungan dalam proses eksplorasi dan eksploitsi SDA/SDE, termasuk energi terbarukan.

6. Bidang Komunikasi, berperan dalam syiar Islam akan pentingnya kepengurusan umat berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam syariat.

6.4 Solusi Komprehensif

Dalam pandangan Islam, sumber daya energi termasuk minyak bumi termasuk dalam kepemilikan uum. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw:

Kaum Muslim bersekutu (memilki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api. (HR Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah)

‘Illat (pembangkit hukum) kepemilikan umum dari hadis tersebut adalah jumlah yang besar (sesuatu yang bersifat bagaikan air yang mengalir). Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:

Ia datang kepada Rasulullah saw. meminta (tambang) garam. Beliau lalu meemberiakannya. Setelah ia pergi ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikab sesuatu yang bagaikan air mengalir.” Lalu ia berkata: “Kemudian Rasulullah saw. pun menarik kembali tambang itu darinya.” (HR Abu Dawud)

Berdasarkan kedua hadis ini, sumber daya energi termasuk dalam kepemilikan umum karena dua aspek, yaitu termasuk dalam kata api serta dalam jumlah yang besar. Karena sumberdaya energi (minyak bumi, gas alam, batu bara, sumberdaya nuklir, geotermal, hidropower, energi kelautan) termasuk dalam kepemilkikan umum maka aktvitas pertambangan sumberdaya energi harus merupakan industri milik umum.

Kepemilikan terhadap industri meliputi kepemilikan atas: modal; alat produksi; bahan baku, pengelolaan; hasil produksi. Dalam konsep Islam, pemilik dari industri milik umum adalah umat (rakyat). Negara mewakili rakyat dalam kepemilikan industri milik umum. Karena itu, pada industri milik umum, negara sebagai wakil umat harus memiliki modal, alat produksi, bahan baku, hasil produksi. Sehingga, industri yang bergerak di sektor kepemilikan umum harus berupa BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Keterlibatan swasta dalam kepemilikan industri milik umum tidak dibenarkan (haram) berdasarkan hadis (yang artinya): Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya. (HR Abu Dawud).

Industri milik swasta dapat dilibatkan dalam pengelolaan kepemilikan umum hanya dalam konteks ijarah (kontrak kerja). Dalam hal ini, BUMN yang menangani industri milik umum mengontrak industri swasta untuk melakukan pekerjaan yang ditentukan dalam kontrak. Dalam kasus minyak bumi sebagai contoh, Pertamina sebagai BUMN dapat mengontrak industri swasta unutk melakukan pekerjaaan pengeboran dan selanjutnya dibayar untuk pekerjaan tersebut. Pihak swasta (termasuk asing) tidak bisa memiliki hasil produksinya. Apalagi swasta asing kafir yang dapat mengakibatkan kaum muslim terjajah. Allah berfirman:

Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin. (QS. An-Nisa’ [4]: 141)

Pendanaan (modal) termasuk bagian dari kepemilikan. Karena itu, pendanaan (investasi) swasta bagi industri maupun eksploitasi tidak dibenarkan. Pendanaan semua industri milik umum (termasuk industri energi) secara integral termasuk dalam anggaran negara (Baitul Mal dalam sistem Khilafah) dari sektor kepemilikan umm. Semua penghasilan dari industri milik umum langsung dimasukkan dalam Baitul Mal (anggaran negara).

Pertanyaan yang muncul adalah: “Sanggupkah anggaran negara memikul semua beban keuangan bagi pendanaan industri milik umum (dalam kasus ini pertambangan minyak) yang meliputi biaya modal, biaya operasional (termasuk gaji) serta biaya dampak lingkungan untuk semua aktivitas industri tersebut (produksi, distribusi, dan pengembangan atau eksplorasi)?”

Jika pertanyaan ini dijawab berkaitan dengan sistem APBN Indonesia sekarang maka jawabannya sudah pasti: tidak akan pernah sanggup. Kemampuan pendanaan swasta dalam negeripun tidak sanggup untuk menanggung pendanaan sektor industri sumber daya alam. Dengan demikian, solusinya adalah mengundang investor asing.

Akan tetapi, harus diperhatikan lebih dulu bagaimana struktur APBN sekarang serta bagaimana struktur Baitul Mal dalam konsep Islam. Sumber pendapatan negara dalam APBN sekarang sebagian berasal dari pajak. Pendapatan negara dari eksploitasi sumber daya alam tidak lain merupakan pembagian (sharing) keuntungan negara dari berbagai industri pertambangan. Dana belanja negara total sebesar Rp 751,2 triliun (contoh: APBN tahun 2007) dengan berbagai alokasinya hanya menyisakan dana jauh dari cukup melakukan pendanaan berbagai industri pertambangan termasuk investasi negara pada sektor minyak bumi.

Dalam sistem Islam, negara harus mendanai semua industri milik umum. Tentunya ini memerlukan dana sangat besar. Namun, negara menerima secara penuh semua penghasilan (revenue) dari industri-industri tersebut, bukan sekedar sharing keuntungan . Jumlah ini tentunya juga sangat besar. Sebagian indstri milik umum yang menanggung beban pemenuhan kebutuhan pokok umum masyarakat harus mengalami defisit “cash flow”, yaitu pengembalian dana ke anggaran negara (Baitul Mal) lebih kecil daripada pendanaan negara untuk industri tersebut. Akan tetapi, hal ini bisa ditutupi dari sektor industri milik umum lainnya yang tidak menanggung beban pemenuhan kebutuhan pokok umum. Secara keseluruhan, negara harus mengatur supaya pengelolaan keseluruhan industri milik umum mampu menghasilkan “positive cash flow”, yaitu memberikan keuntungan bersih bagi anggaran negara. Keuntungan bersih ini selanjutnya dapat digunakan untuk mendanai berbagai pemenuhan kebutuhan pokok umum seperti pendidikan, pelayanan kesehatan dan pembangunan sarana serta prasarana umum.

Jika cadangan minyak terbukti di Indonesia hanya cukup untuk rentang waktu 18 tahun ke depan, sedangkan cadangan minyak dengan data eksplorasi kurang lengkap (spekulatif) mampu diproduksi hingga 180 tahun ke depan jika laju produksi diasumsikan tetap sebesar 500 jual barel per tahun. Estimasi pertumbuhan kebutuhan energi tentunya akan memperpendek rentang ini.

Dr.-Ing. Fahmi Amhar menyatakan bahwa jika dana APBN negara tidak cukup untuk membiayai semuanya tadi, maka negara bisa mendorong rakyat yang mampu, khususnya kaum Muslim untuk berpartisipasi, bisa dengan sistem pinjaman atau pemberian cuma-cuma.

Kasus serupa pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika di Madinah kekurangan pasokan air, dan satu-satunya sumber air yang ada di Madinah dikuasai oleh seorang Yahudi. Nabi saw. menawarkan kepada para Sahabat, “Siapa yang mau membeli sumur unutk memenuhi kebutuhan kaum Muslim dari tangan Yahudi itu,maka dia mendapatkan imbalan surga?”

Mendengar itu, Utsman ra. segera mengajukan diri. Dibelilah sumur itu. Namun, orang Yahudi tersebut tidak mau menjual sumur tersebut semuanya, tetapi hanya mau menjual separonya saja. Sehari untuk mereka, sehari untuk kaum muslim. Namun,seiring dengan meningkatnya kebutuhan kaum Muslim, Rasul saw. pun ingin agar sumur tersebut dibeli semua. Kembali lagi Utsman membelinya, meski untuk itu harus dibayar berapapun harganya. Akhirnya, sumur itu pun jatuh ke tangan kaum Muslim, dan problem keuangan pasokan air itu pun bisa diatasi. Sumur itu hingga kini masih ada di Madinah, yang dikenal dengan Bi’r ‘Utsman.

Syariah untuk mempersatukan seluruh Dunia Islam dalam satu Kekhilafahan harus ditetapkan. Jika negeri-negeri Islam penghasil minyak bersatu maka di dalam negeri tidak akan ada kelangkaan BBM. Produksi minyak mentah Dunia Islam tahun 2004 total sekitar 9,2 miliar barel per tahun atau 25 juta barel per hari. Kalau ini dibagi populasi, didapat angka 3,2 liter perorang perhari. Sekedar pembanding , di Indonesia saat ini yang penggunaan energinya belum efisien, konsumsi BB masih sekitar 0,82 liter per orang per hari (Minyak Tetap Milik Rakyat, Al-wa’ie no. 92 tahun VIII, 1-30 April 2008).

BAB VII

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Sebenarnya saat ini Indonesia tidak perlu mengalami krisis energi, terutama BBM. Sebab Indonesia masih memiliki cadangan minyak yang dapat mencukupi kebutuhan rakyatnya.

3. Krisis BBM di Indonesia terjadi disebabkan oleh sistem kapitalisme yang merasuk sampai ke akar-akarnya. Hal ini dapat dilihat dari privatisasi pengelolaan minyak Indonesia (baik sektor hulu maupun sektor hilir) oleh pihak asing dan mekanisme pasar internasional yang merugikan Indonesia.

4. Indoensia telah gagal dalam mengurusi umatnya, termasuk dalam kepengurusan BBM. Pemerintah kurang bisa menganalisis masalahnya sendiri sehingga dapat dengan mudah membebek dan diperdaya oleh pihak asing yang memberikan solusi yang sifatnya menjebak dan membawa Indonesia kepada kehancuran.

5. Pemerintah lebih mengutamakan kepentingan investor dan ekspor untuk mendapatkan keuntungan daripada memenuhi kebutuhan dalam negeri (rakyat) terlebih dahulu.

6. Agar dapat keluar dari krisis ini dengan tuntas, Indonesia harus dapat lepas dari akar permasalahan yang ada, yaitu kapitalisme. Satu-satunya jalan adalah dengan menerapkan sistem Islam yang juga mengatur tentang produksi dan distribusi energi kepada rakyat.


DAFTAR PUSTAKA

Peraturan presiden republik indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional

Al-wa’ie no. 92 tahun VIII, 1-30 April 2008

http://www.pusri.wordpress.com

http://www.sianarharapan.co.id

http://www.kompas.com

Koran Sindo edisi 4 April 2008

http://www.liputan6.com

http://www.Banjarmasin Post.co.id

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/17/utama/2219253.htm

http://www.opinimasyarakat.com

http://www.kapanlagi.com

http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/11/nas07.htm

http://www.Suara Merdeka.com

1. http://priyadi.net/archives/2005/09/30/krisis-minyak-dunia-dan-indonesia/

2. http://www.korantempo.com

3. www.detikforum.com

4. www.dpmbesdm.go.id

5. Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

6. Kominfo Newsroom

7. www.bumn-ri.com

8. www.walhi.or.id

9. www.gemapembebasan.or.id

BIOGRAFI PENULIS I

Nama Lengkap : Lina Nurlina

Alamat : Jl. Kaliurang Km 14,5 Perumaahan IDI No. 5, Ngemplak, Sleman Jogjakarta

Status : Mahasiswa Jurusan Teknik

Informatika FTI UII

Telepone : +62852 200 23037

Email : nisa_mutmainnah@yahoo.com

Hobi : Menulis, membaca, diskusi, mengajar, desain baju, mengkaji islam

Motto : Cinta dan benci karena Allah

Pengalaman Organisasi : Koordinator Divisi Kemuslimahan Takmir Mushola Bahrul Ulum FTI-UII, Pelajar Hizbut Tahrir Indonesia Sektor UII, Asisten Mata Kuliah Algoritma dan Pemrograman I dan II, Asisten Laboratorium Sistem Informasi Rekayasa Perangkat Lunak

BIOGRAFI PENULIS II




Nama Lengkap : Yurisch Subyanita

Status : Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia

FTI UII

Riwayat Pendidikan : SD Negri 3 Singkawang

SLTP Negri 2 Tujuh Belas

Singkawang

SMU Negri 2 Singkawang

Alamat Jogjakarta : Jl. Kaliurang Km 5,5 no. 4, Jogjakarta

Telp : 08125623850

Alamat Asal : Jl. Tani No. 57 Singkawang, Kalimantan Barat

Telp : 0562-634080

E-mail : yuritzhu@yahoo.com

Pengalaman Organisasi : Staf Redaksi LPM Profesi FTI UII (2004-2006),Wakil Pemimpin Redaksi LPM Profesi FTI UII (2006-2007), Anggota Paguyuban Seni Rukun Rencang FTI UII (2004-sekarang), Anggota Koperasi Mahasiswa UII (2004-sekarang), Pengajar Laboratorium Komputasi Proses Teknik Kimia FTI UII (2007-sekarang)

BIOGRAFI PEMBIMBING




Nama : Mei Allif

Alamat : Perumahan Bina Griya Jl. Anggrek II no 422 Pekalongan 51111

No. Telp : (0285) 424800 / 081328759304

Status : Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknik Industri UGM, Ka. Laboratorium Datamining Teknik Industri FTI-UII

Hobby : Membaca terutama buku-buku science, keIslaman, peradapan dunia, ensklopedi.

Pengalaman Organisasi : Asisten Laboraterium Optimasi Bidang Penelitian dan Pengembangan, Asisten Laboraterium Optimasi Bidang Administrasi, Pemandu Mentoring Keagamaan Islam Universitas Islam Indonesia, Pengurus Takmir Mushola Bahrul ‘Ullum FTI UII, pengurus Remaja Islam Masjid (RISMA) Mushola Rodhirrohman, pengurus Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana UGM

Pengalaman Kerja : Asisten Laboraterium Optimasi UII Bidang Penelitian dan Pengembangan, dan Administrasi,Kepala Laboratorium Staistik Industri dan PEnelitian Operasional Universitas Islam Indonesia